Bimbo dan Rufio
Meski saya tidak pernah tahu persis kapan mereka berdua lahir dan menghirup O2 terlarut untuk pertama kalinya, yang jelas di siang itu saya memutuskan untuk mengadopsi mereka dari sebuah toko di Jalan Pahlawan. Konsekuensinya, saya kedatangan roommates baru. Anggota keluarga Dago 128c baru.
Awalnya, saya berujar bahwa ingin sekali memelihara ikan mas koki. Kenapa mas koki? Yaah..lucu aja. Kesannya memang lucu dan bersahabat. Oranye. Gendut. Simpelnya, menarik, sangat menarik. Lagipula, saya juga lagi butuh melatih sense rawat-merawat dan kesabaran. Hehe..
Seusai kemenangan merebut medali emas di Home Tournament, seorang pelatih bulutangkis yang sebelumnya sudah berjanji kemudian menghadiahkan dua makhluk mungil ini. Bimbo dan Rufio.
Bimbo dan Rufio. 2 nama ini muncul justru jauh sebelum keduanya muncul dan menjadi peliharaan saya. Namanya diambil dari 2 grup musik yang berbeda genre, mentang-mentang penggemar berat musik (satu rohani, satu lagi punk). Entah kenapa, memberikan nama kepada mereka seakan menjadikan mereka segitu dekat dan intimnya dengan saya. Namanya memang sengaja dipilih yang catchy dan kocak. Biar seneng aja kalau lagi ngajak ngobrol sambil ngasi makan.
Proses bertemunya pun lucu. Perlu berkeliling-keliling setengah Bandung untuk bertemu dengan dua mas koki ini. Ikan Mas Koki Yang Berkarakter. Yap, itu kriteria utamanya. Waktu ditanya ikan seperti apa yang berkarakter, saya menjawab simpel. You know when you see it. Aura keikanmaskokiannya yang membuat kita sekali tengok langsung jatuh hati. Kalau dihubungkan dengan kondisi akhir-akhir ini, yah, mirip seperti melihat orang dengan inner beauty yang kuat. Hahaha.
Bimbo dan Rufio. Ternyata dua-duanya suka makan. Gerakan mereka tampak struggle pisan saat melihat tangan kita sudah mulai mendekati bibir akuarium (oh iya, akuarium saya namanya Karim). Bahkan, belum sempat butir-butir makanan ikan itu jatuh ke permukaan, mereka sudah bergerak gelisah. Hmmh, terkadang terpikir, kalau saya seharian tidak memberi makan kira-kira nasib mereka gimana yah…? Mereka kan tidak mungkin melompat keluar dan mengambil butir makanannya sendiri. Beruntunglah kita menjadi manusia yang dilengkapi akal dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Dan betapa rendahnya mereka yang tidak sadar dan tidak memanfaatkan privilledge yang sudah diberikan ini. Untuk menentukan apa yang kita mau dan kita lakukan.
Bimbo dan Rufio. Setiap hari dunia mereka hanya seputar Karim yang diameternya tidak lebih dari 30 cm, dengan kondisi air jernih hasil purifier yang berputar dalam siklus pemurnian. Kalu dipikir, ternyata sangat membosankan ya hidup dalam lingkaran yang itu-itu saja. Boro-boro bicara soal pengalaman menjelajah dunia, bahkan untuk melihat bentuk batuan akuarium yang berbeda pun bisa jadi sekali seumur hidup. Wow, bosen pisan. Tapi toh, mereka tetap bersemangat saat butir makanan akan ditabur. Mereka tetap bersemangat dan tidak hentinya berenang-renang. Life could be so simple.
Jadi, sebenarnya betapa sederhananya ya hidup untuk dicintai dan disyukuri. Ketika dengan berbagai keterbatasan kita mampu untuk melihat angin segar didalamnya. Ketika keterbatasan ternyata bisa dibalikkan menjadi kebahagiaan. Kalau ikan saja mampu, kenapa kita tidak. Toh, keterbatasan manusia adalah kodrat yang tidak mampu ditentang, tapi bukan untuk tidak dioptimalkan.
Bimbo dan Rufio. Meski sama-sama pejantan, tapi bisa hidup rukun dan berbagi dalam satu akuarium. Seru ya, kalau kita bisa membina kerukunan. Semoga kalian bisa menjadi sahabat penemanku yang setia dan senantiasa mengajarkan untuk menjadi manusia yang lebih beradab. Nuhun bro!
100507
Thursday, May 10, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
4 comments:
bimbo, rufio, karim? tah papa ibu satu ini.
buul,,gaya bertutur lo kok jadi mirip ama dee ya??apa perasaan saya saja?
hmm..
hmm...
kasian kali mereka shan..
pengen mencari cinta jg hahaha
ya gaya bahasanya lucu..
berkarakter apa y? hehe
aura kemaskokian? hahaha. kocak.
Post a Comment